JAKARTA - Asosiasi Profesi Pemeliharaan Gedung atau Building Engineering Association (BEA) mendorong adanya sertifikasi bangunan gedung laik fungsi yang disahkan dalam satu payung hukum kementerian/lembaga terkait.

Ketua Umum BEA Mardi Utomo mengatakan, selama ini profesi pemelihara gedung atau bangunan belum banyak diperhatikan pemerintah. Sedangkan risiko yang ditanggung profesi ini cukup besar ketika terjadi kecelakaan kerja atau bangunan pascakonstruksi.

“Begitu ada kejadian yang terkait dengan dengan kecelakaan kerja di sebuah gedung. Maka orang yang paling selalu bertanggung jawab adalah kepala teknisi gedung atau manajer pemeliharaan dan fasilitas gedung. Jadi diperlukan kompetensi yang legal di sini,” ujar Mardi Utomo seusai pembukaan BEA Expo 2019 di Jakarta, kemarin (8/2/2019). 

Kegiatan BEA Expo 2019 ini dibuka oleh Komisaris PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) Defy Indiyanto Budiarto. BEA Expo 2019 akan berlangsung selama dua hari (8-9 Februari 2019) di Menara 165 Jakarta. (Baca Juga: PJB Raih Penghargaan Manajemen Energi Tingkat Internasional)

Menurut Mardi, selama ini aturan yang berkaitan dengan pemeliharaan gedung masih berada di payung hukum kementerian yang berbeda-beda. Misalnya, untuk Keselamatan Kecelakaan Kerja atau K3 berada di ranah Kementerian Ketenagakerjaan. 

“Sedangkan sisi teknisnya ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Ini yang mau kita sesuaikan agar berada dalam satu payung hukum. Misalnya di bawah kementerian PUPR,” ungkapnya. (Baca Juga: lndobuildtech Expo Pacu Sektor Properti dan Konstruksi)

Dia berharap, ke depan pemerintah bisa memberikan porsi yang berimbang. Artinya, pehatian pemerintah tidak selalu tertuju pada masa pembangunan kontruksi, melainkan juga masa atau pascakonstruksi. 
“Usia gedung itu punya waktu yang berbeda-beda. Tergantung usianya. Sehingga diperlukan investasi tambahan dari sisi perawatan ketika usianya sudah cukup lama. Nah aturan ini juga harus jelas,” ujarnya.

Dia menambahkan, selama ini, sertifikasi gedung, khususnya untuk bangunan yang dikelola asing harus melalui sertifikasi atau kompetensi internasional. Padahal, dengan anggota BEA sekitar 700 orang, sudah mampu atau memiliki kualifikasi yang memadai. Yang dibutuhkan saat ini adalah legalitas mengenai profesi pemelihara gedung. 

Sebagai informasi, data dari Dinas Pemadam Kebakaran DKI Jakarta menyebutkan bahwa gedung layak fungsi di Indonesia hanya mencapai presentase 70%.

BEA Expo 2019
Sementara itu, dalam rangka memasyarakatkan profesi pemelihara gedung, asosiasi profesi pemelihara gedung BEA menggelar BEA EXPO 2019. Mardi berharap profesi pemelihara gedung bisa lebih akrab di masyarakat. 

“Kita harapkan dengan EXPO ini, profesi pemelihara gedung bisa saling bertukar pikiran dan lebih akrab di masyarakat,” ungkapnya.

Komisaris PT Pembangkit Jawa Bali (PJB) Defy Indiyanto Budiarto mengatakan, saat ini ada sinergi yang baik antara kalangan profesi pemelihara gedung dengan PLN sebagai penanggung jawab energi listrik di Indonesia. Defy mengatakan PLN akan selalu berupaya untuk memberikan pelayanan terbaiknya kepada pelanggan/pengelola gedung.

“Tapi tentu juga harus diiringi dengan green energy sehingga pada akhirnya akan bermanfaat bukan hanya bagi pengelola gedung namun juga untuk banyak pihak,” pungkasnya. 

Dia menambahkan, perihal sertifikasi keselamatan bangunan, hal itu harus benar-benar diutamakan. Menurutnya, pengelola bangunan umum harus menerapkan sistem manajemen keselamatan bangunan (building safety management system).


Sumber : https://ekbis.sindonews.com/read/1377307/34/asosiasi-profesi-pemelihara-gedung-ingin-lebih-berperan-1549686668